A Letter from Myungsoo

A Letter from Myungsoo

Placeholder Image

Featuring:

Kim Myungsoo

Park Jiyeon

Kris Wu

.

.

.

Untuk kesekian kalinya Jiyeon bercerita tentang Kris, kekasihnya, pada Myungsoo, sahabatnya. Dan untuk kesekian kalinya pula Myungsoo harus melihat butiran-butiran kristal bening jatuh dan mengalir dari kedua manik indah milik Jiyeon. Sejak awal mengetahui hubungan Jiyeon dan Kris, Myungsoo tahu bahwa Kris tidak benar-benar mencintai Jiyeon. Jiyeon terlalu baik dan polos untuk mengetahui itu semua.

Sudah berkali-kali Myungsoo mengatakan untuk meninggalkan Kris. Namun Jiyeon tak pernah mendengar. Seberapa pun sakit hatinya, ia akan selalu memaafkan Kris. Hal itu semakin membuat Myungsoo geram. Ingin sekali ia mengguncang bahu gadis itu, memintanya untuk membuka mata dan melihat bahwa Kris hanya mempermainkannya. Ingin sekali ia berkata bahwa laki-laki itu tidak pantas untuknya. Ingin sekali ia berkata bahwa di depannya kini, ada laki-laki yang dengan tulus mencintainya, menunggu dan berharap agar ia segera sadar dan meninggalkan Kris. Namun semua itu ia urungkan. Yang bisa dilakukan Myungsoo kini hanyalah memeluk gadis itu, memberikan ketenangan, dukungan, dan kenyamanan padanya. Menunjukan bahwa ia menyayanginya.

Cukup lama Jiyeon dalam dekapan hangat Myungsoo. Gadis itu bahkan sudah lupa kapan terakhir kali Kris memeluknya sehangat dan senyaman pelukan Myungsoo sekarang. Ia membaringkan kepalanya di dada bidang Myungsoo, sedangkan namja itu membelai rambunya penuh kasih. Hingga Jiyeon larut dalam belaiannya dan jatuh tertidur. Menangisi Kris telah menguras tenaganya.

Myungsoo tersenyum getir melihat Jiyeon yang tertidur dalam dekapannya. Air matanya telah mengering dan membekas di kedua belah pipinya. Perlahan, Myungsoo membaringkan Jiyeon diatas tempat tidurnya. Tangannya menghapus jejak air mata   Jiyeon seakan menunjukan bahwa ia pun ingin menghapus luka di hati gadis yang diam-diam ia cintai. Myungsoo menaikkan bedcover ranjangnya untuk menyelimuti tubuh ringkih Jiyeon. Dengah hati-hati seakan takut Jiyeon terbangun, ia mengecup kening gadis itu. Membisikan sesuatu yang masih ia simpan rapat-rapat dari gadis itu.

“Saranghae nae Jiyi-ah. Mimpi indah. Aku ingin melihat senyummu saat kau bangun nanti.”

Lalu ia melangkah meninggalkan kamarnya menuju ruang tamu apartemennya. Malam ini ia harus tidur di sofa ruang tamu. Apartemennya hanya mempunyai satu kamar. Ia takut jika ia tidur dalam satu ruangan dengan Jiyeon. Ia takut tidak bisa mengendalikan hasratnya. Ia takut untuk melukai gadis itu.

Malam itu Myungsoo memutuskan untuk menuliskan semua perasaannya. Diambilnya secarik kertas berwarna putih-biru lalu ia mulai menulis. Tulisannya sangatlah indah dan rapi. Setelah selesai, ia lipat kertas itu dan ia masukkan kedalam amplop berwarna merah muda. Dengan perlahan ia membuka pintu kamarnya lalu menyelipkan amplop merah muda itu ke dalam tas tangan milik Jiyeon. Perasaannya campur aduk antara berharap Jiyeon membaca suratnya dan tidak. Ia pun mengkhawatirkan apa reaksi Jiyeon setelah ia membaca surat itu.

Mentari pagi membiaskan sinarnya melalui kaca jendela kamar Myungsoo yang hanya terhalang tirai putih tipis yang nyaris transparan. Jiyeon perlahan membuka kelopak matanya, merasa sengatan hangat sinar mentari yang menyapa kulit wajahnya. Tidurnya terasa nyenyak, tak ada beban. Jiyeon mengedarkan pandangannya, menelusuri setiap sudut kamar Myungsoo. Secara keseluruhan, kamar ini sangat rapi mengingat Myungsoo bukanlah tipe orang yang menyukai kekacauan.

Setelah mengulet beberapa kali, Jiyeon turun dari tempat tidur dan melangkah menuju kamar mandi. Ia membersihkan diri sejenak dan kembali memakai bajunya yang kemarin. Saat melangkah keluar kamar, ia di sambut oleh sosok Myungsoo yang tengah memunggunginya di dapur. Jiyeon menghampiri Myungsoo.

“Kau sedang apa?” ia bertanya.

“Kau sudah bangun? Apa tidurmu nyenyak?” Myungsoo sama sekali tak menjawab pertanyaan Jiyeon. Ia malah sibuk menanyakan malam Jiyeon.

Jiyeon mendengus kecil. “Tidurku nyenyak. Sudah lama aku tidak tidur senyenyak ini. Kau membuat sarapan?”

“Baguslah.” Kata Myungsoo. Tangan kanannya membawa penggorengan berisi telur mata sapi, tangan kirinya mengusak anak rambut Jiyeon. “Hmm aku hanya bisa menyiapkan ini untuk sarapan kita.”

“Kalau memang tidak bisa membuat sarapan tidak usah memaksakan diri.” Jiyeon terkekeh.

Pagi ini mereka melewatkan sarapan bersama. Tidak ada kesedihan yang terpancar dari raut wajah Jiyeon. Senyum menghiasi bibir tipisnya kala Myungsoo melontarkan candaan-candaan kecil. Dan itu membuat Myungsoo senang. Melihat Jiyeon tersenyum adalah kesenangan tersendiri baginya.

Myungsoo mengantarkan Jiyeon ke rumahnya. Gadis itu berganti baju dengan baju kantornya. Lalu mereka berangkat bersama, walau kantor tempat Jiyeon bekerja berbeda dengan tempat Myungsoo bekerja.

Tak terasa hari sudah berganti senja. Sinar matahari berwarna merah ke kuning-kuningan menyembul dari ufuk barat. Jiyeon melangkahkan kakinya menuju ruangan Kris. Mereka memang bekerja di kantor yang sama, hanya berbeda ruangan mengingat Kris adalah putra pewaris perusahaan. Langkah kaki Jiyeon terhenti setelah ia membuka pintu ruangan Kris. Manik indah Jiyeon kini terbuka sempurna, terkejut saat melihat apa yang ada dihadapannya kini.

Kris, kekasih yang sangat ia sayangi, tengah bercumbu mesra dengan Yonjoo, pegawai dari divisi yang dikepalai oleh Jiyeon. Kedua insan yang tengah bercumbu itu menghentikan aktifitas mereka. Merasa bahwa ada yang tangah mengawasi.

“Jiyeon?” Kris terkejut melihat Jiyeon kini tengah berdiri mematung di depan pintu ruang kerjanya. Ia segera merapikan kembali kemejanya yang berantakan, hampir semua kancing bajunya terbuka. Kris kemudian mendorong Yonjoo dari pangkuannya.

“Jiyeon, aku bisa menjelaskannya…”

“Menjelaskan bahwa kau tengah asik bercumbu dengan salah satu karyawanku?” Jiyeon memotong kalimat kris. “Sudah cukup Kris. Aku masih bisa bersabar dan memaafkan kesalahanmu yang lain. Tapi untuk sebuah penghianatan? Maaf aku tidak bisa. Cukup sampai disini Kris. Aku sudah lelah.” Ia kemudian melangkah pergi, berusaha menahan air matanya.

Kris mematung di tempatnya berdiri. Tak pernah menyangka bahwa Jiyeon akhirnya memutuskan untuk meninggalkannya. Kehadiran Yonjoo sama sekali tak ia hiraukan.

Jiyeon melangkah cepat, sedikit berlari menuju halte bus yang terletak tak jauh dari kantornya. Sampai disana ia langsung duduk dan menangis. Butiran bening itu tak dapat ia tahan lagi. Penghianatan adalah satu-satunya hal yang tidak bisa ia maafkan. Tangannya mencari-cari ponsel dalam tas tangannya. Ia ingin menghubungi Myungsoo. Gerakan tangannya terhenti saat ia melihat benda asing dalam tasnya. Amplop berwarna merah jambu? Seingatnya ia tidak pernah memasukkan amplop itu kedalam tasnya.

Girl, you know you deserve better.

You’re pretty enough.

You’re too beautiful to be getting hurt and crying because of that kind of guy.

How many times do I have to tell you, he’s not the one.

After you started dating him, have you ever thought you were happy?

How special does he treat you?

You are only a decoration to him.

He doesn’t care about your feelings, your scars, and your dreams.

You need to be loved, you have that right.

A guy who’ll treat you special, he’s here right now.

I’ll help you escape from him.

I’ll make those tears dry from your beautiful eyes.

I don’t understand how can you not leave that person?

Even though you’re hurting, you keep going back to the first place.

You’re not a fool, so it makes me mad.

If he makes you cry one more time, I don’t know what will I do, I won’t hold back.

To be crying because of love?

You’re pretty enough; let me be by your side.

Pretty girl, that guy still doesn’t know you.

Pretty girl, he can’t see the jewel inside of you. He’s blind to it.

I’ll help you escape from that kind of relationship.

I’ll make you happy.

You’re pretty enough.

You deserve better love.

I’ll make you happy, baby girl.

If you come to me.

                                                                                                Your secret admirer,

                                                                                                KMS

Kristal bening itu tak kuasa lagi ia tahan. Membaca surat indah dari Myungsoo seakan membuka mata dan pintu hatinya, membuatnya tersadar. Yang ada di pikirannya kini adalah sesegera mungkin bertemu dengan Myungsoo. Maka saat bus berhenti, tanpa pikir panjang ia masuk kedalamnya dan mengambil tempat duduk dibagian belakang bus. Selama perjalanan menuju apartemen Myungsoo, memori otak Jiyeon terus memutar bagaimana Myungsoo selalu ada disisinya, memberinya kehangatan, kenyamanan. Mungkin selama ini dialah yang buta, tak menyadari seorang malaikat yang dikirim Tuhan untuknya. Malaikat yang begitu baik.

Jiyeon berlari turun dari bis saat bis berheti di pemberhentian dekat apartemen Myungsoo. Kaki jenjangnya melangkah tergesa ke dalam lift. Begitu lift berhenti di lantai tempat apartemen Myungsoo berada, Jiyeon kembali berlari. Air matanya masih mengalir, tangan kanannya menggenggam surat pemberian Myungsoo erat-erat, seakan tak ingin kehilangan benda itu. Dengan tergesa, ia membunyikan bel apartemen Myungsoo. Tak sabar untuk segera bertemu dengan malaikatnya.

Myungsoo yang tengah berganti baju sepulangnya dari kantor tampak terkejut dengan bunyi bel apartemennya. Ia bergegas keluar kamar dan membuka pintu apartemenya. Begitu pintu terbuka, sosok gadis yang tanpa ia lihat lebih jelas pun ia tahu bahwa itu adalah Jiyeon, memeluknya begitu erat. Tubuh Myungsoo sedikit terhuyung ke belakang. Tangannya refleks memeluk pinggang gadis itu.

“Mianhae Myungsoo-ah. Mianhae. Mianhae…” Jiyeon terus meminta maaf.

Myungsoo melepaskan pelukannya. Kedua tangannya menangkup wajah Jiyeon. Air mata terus mengalir dari maniknya, hidung dan bibirnya memerah karna terlalu banyak menangis. Perlahan Myungsoo menghapus air mata Jiyeon.

“Kau tak perlu meminta maaf. Aku yang terlalu pengecut untuk mengatakan cinta padamu. Kalau saja aku lebih berani, kau tak perlu merasakan sakit hati karna laki-laki itu.” Kata-kata Myungsoo terasa lembut ditelinga Jiyeon. Gadis itu menggelangkan kepalanya, seakan berkata bahwa Myungsoo tak salah.

Myungsoo tersenyum. “Sudahlah. Sekarang lupakan semua rasa sakitmu. Biarkan aku menyembuhkan semua luka yang kau rasakan. Air matamu selama ini akan ku ubah menjadi air mata kebahagiaan. Tak akan ku biarkan kau terluka. Biarkan aku menjagamu, berada disisimu, sampai Tuhan memisahkan kita. Sanghae Jiyeon-ah. Nan jongmal saranghae.” Myungsoo mengecup bibir Jiyeon. Hanya kecupan, namun mampu membuat darah Jiyeon berdesir kuat.

Myungsoo kembali memeluk Jiyeon, tak akan ia lepaskan. Jiyeon membalas pelukannya. Gadis itu menyandarkan kepalanya di dada Myungsoo dan memejamkan matanya. Menikmati betapa nyamannya pelukan Myungsoo. Myungsoo tersenyum melihat gadisnya berada dalam dekapannya. Ia mencium kening Jiyeon penuh kasih sayang.

~END~

18/08 14-19/08 14

11:19 AM

 

6 thoughts on “A Letter from Myungsoo

  1. latifahfahmi says:

    akhirnya myungsoo bisa dapetin Jiyeon jga 😀
    ahh masih butuh sequel pengen tauu gman hubungan Myungyeon selanjutnya + penyesalan si kris yg udh nyakitin Jiyeon,,
    ditunggu FF Jiyeon lainnya 😀

    Like

  2. Chacha says:

    Long last untuk myungyeon hehe. Jiyeon beruntung sekali^^ myungsoo lelaki idaman, ditambah kata2 lembutnya, bukan sekedar rayuan. Sequel ?
    Keep writing~

    Like

Leave a comment